MANOKWARI – Menjamurnya penjual pakaian bekas atau sering di sebut thrifting di seluruh daerah tak terkecuali di Manokwari menjadi fenomena tersendiri. Masyarakat disebut lebih menyukai belanja pakaian bekas di cakar bongkar (cakbor) ketimbang di toko busana.
Belakangan ini jenis perdagangan pakaian bekas menjadi perbincangan pasalnya usaha ini mematikan usaha pakaian lokal. Bahkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melarang import pakaian bekas karena mengganggu industri dalam negeri.
Larangan impor pakaian bekas sendiri tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 40 Tahun 2022 tentang perubahan Permendag No 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor.
Kepala Kantor Bea Cukai Manokwari, Johan Pandores mengatakan fenomena ini sedang ramai juga di Manokwari, yang tentunya merugikan perekonomian terutama di industri pakaian.
Ia menyebutkan bahwa pakaian bekas tersebut didatangkan dari kota-kota besar dalam negeri dan juga import luar negeri.
“Kami belum cek berapa banyak yang berasal dari lokal, namun kebanyakan dari import”, ujarnya
Pandores menjelaskan tugas dari Bea Cukai terkait pakaian import bekas yang dilarang adalah importasi dari pakaian bekas tersebut, bukan perdagangannya.
“Yang dilarang adalah ketentuan tentang importasi pakaian bekas. Pengawasan Bea Cukai terkait masuknya dari luar negeri ke Indonesia mengenai pakaian import bekas”, jelasnya.
“Bea Cukai terus berkomitmen untuk pengawasan importasi, namun di Manokwari tidak ada importasi langsung untuk pakaian bekas. Barang yang beredar di Manokwari merupakan suplay dari daerah lain seperti Jawa”, tutur Johan.
Pihaknya juga sudah melakukan pendataan dan melaporkan hingga ke pusat, jumlah pedagang pakaian bekas yang ada di manokwari dan jumlahnya terus bertambah. Namun dikarenakan hal ini sudah menjadi atensi dari pemerintah pusat sehingga harus ada regulasi yang mengatur mengenai perdagangan pakaian bekas hingga ke daerah. (ACM_2)